Sabtu, 30/04/2022 20:00 WIB
Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
Oleh: Ardi Mahardika Noor
Deru mesin pabrik, klakson kendaraan, hiburan malam ala sultan, hingga hiburan rakyat, perniagaan, kemacetan serta lalu lalang orang terangkum di Cikarang.
Kabupaten Bekasi khususnya Cikarang, ibarat kota yang gak pernah tidur, di pabrik mesinnya tidak berhenti berproduksi. Jam kerja karyawan pun dibuat dengan sistem tiga shift agar tetap memproduksi barang guna mencapai target produksi perusahaan.
Saya berkendara menyusuri kawasan industri di Cikarang menjelang Idul Fitri 1443 hijriah, suasana tampak sepi dan penuh syahdu, tidak nampak aktivitas pabrik, kendaraan berat dan aktivitas buruh. Tidak hanya di kawasan, aktivitas masyarakat diperkotaan juga tampak menurun.
Cikarang adalah Kota Industri, Pabriknya ada sekitar 7000 yang terletak di kawasan industri di beberapa kecamatan, diantaranya Cikarang Barat, Cikarang Pusat, Cikarang Utara, Cikarang Selatan, Cibitung, dan Cikarang Timur, bahkan sampai ke wilayah ujung utara di kecamatan Tarumajaya. Jika dihitung ada 10 kawasan industri dengan luas lahan kawasan mencapai 9.496 Ha.
Kesepuluh kawasan industri tersebut adalah Kawasan Industri Jababeka dengan luas lahan 2.267 Ha, MM2100 Industrial Town dengan luas lahan 1.700 Ha, Greenland International Industrial Center (GIIC) dengan luas lahan 1.700 Ha, Kawasan Industri Lippo Cikarang dengan luas lahan 1.645 Ha, dan MM2100 Industrial Town dengan luas lahan 805 Ha.
Selanjutnya yakni Kawasan Industri Marunda Center dengan luas lahan 600 Ha, East Jakarta Industrial Park dengan luas lahan 320 Ha, Kawasan Industri Terpadu Indonesia China dengan luas lahan 205 Ha, Bekasi International Industrial Estate dengan luas lahan 200 Ha, dan terakhir adalah Kawasan Industri Gobel dengan luas lahan 54 Ha.
Kemana warganya? Sebagian besar penduduknya pulang kampung ternyata. Pemerintah sudah memperbolehkan mudik lebaran setelah dua tahun sebelumnya dilarang akibat pandemi Covid-19.
Ada sejuta rindu, meski masih dalam kondisi serba sulit, berkumpul bersama keluarga menjadi momen terindah apalagi di hari yang fitri, tidak perduli berapa lama macet di jalan dan berapa jarak yang ditempuh, semua dilakukan untuk bertemu orang tua, anak, istri dan sanak keluarga.
Pekerja pabrik di Cikarang kebanyakan perantau dari berbagai daerah, besarnya angka gaji termasuk bonus sampai bayaran lembur yang diberikan perusahaan sangat menarik minat mereka, angka upah minimum Kabupaten (UMK) juga selalu naik setiap tahun, meskipun usulan naiknya upah kadang tersandera dengan peraturan pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Jika dianalogikan Cikarang bagaikan gula, sementara perantau bagaikan semut, mereka sengaja ke Cikarang, kota Petro Dollar yang dituju untuk bekerja dan tinggal. Sejak lulus sekolah, jiwa-jiwa muda itu merantau hingga akhirnya menikah dan menetap disini, jadi warga sini.
Makanya saat musim mudik Cikarang sepi. Kontrakan, kos-kosan, sampai perumahan juga kosong karena mereka pada mudik.
Adanya industri di Cikarang memberikan manfaat yang besar bagi warga pribumi, yang punya tanah lega bangun kontrakan, yang punya tanah di dekat kawasan, akses jalannya terbuka dan menjadi strategis. Lalu bagaimana dengan orangnya? Apakah sumber daya manusia (SDM) pribumi bisa masuk ke perusahaan? Bisa iya bisa tidak, tergantung kemampuan maupun attitudenya.
Perusahaan tentu memiliki aturan tersendiri terkait pola perekrutan karyawan, hanya calon karyawan yang masuk kualifikasi saja bisa direkrut. Berapa sebenarnya jumlah pekerja pabrik di Cikarang?
Berdasarkan data ada 1,5 juta pekerja, semuanya tidak hanya warga Kabupaten Bekasi, tapi juga di Karawang, Kota Bekasi dan Jakarta. Penduduk asli Kabupaten Bekasi sebenarnya banyak juga yang bekerja di kawasan industri, tapi hanya 10-15 persen, mayoritas yang bekerja itu kaum pendatang.
Kenapa perusahaan lebih memilih warga pendatang dibandingkan warga Bekasi tulen?
Ketua Umum Asosiasi Praktisi Human Resources Indonesia (ASPHRI) Yosminaldi mengatakan sebagai wadah bagian sumber daya manusia (SDM) di perusahaan, sebenarnya berkeinginan agar bisa merekrut tenaga kerja lokal yang sesuai dengan perda ketenagakerjaan nomer 4 tahun 2016, yang mengisyaratkan 30 persen putra daerah, tetapi karena minimnya kompetensi mereka maka terpaksa memperkerjakan dari luar daerah.
"Secara faktual, tenaga kerja lokal kalah dengan pendatang, sebenarnya bukan skill tapi attitude, kedisiplinan kurang, mental kerja, dan motivasi, sehingga jika angkatan usia kerja ingin diterima di dunia industri, pemerintah daerah harus memfasilitasi peningkatan soft skill", katanya.
Inilah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah soal masih banyaknya perusahaan yang belum mau merekrut warga lokal, kita patut apresiasi adanya peraturan daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2016 yang mengisyaratkan 30 persen harus merekrut putra daerah, namun sebaik-baiknya aturan dibuat tetapi tidak dijalankan sama juga bohong.
Pemda mesti menekankan perusahaan mengikuti aturan tersebut, disamping itu juga memiliki gagasan agar kompetensi warganya agar berdaya saing di industri. Perbaikan kompetensi itu bisa dilakukan melalui koordinasi dengan semua pihak, dunia usaha dunia pendidikan (dudi) termasuk membuat pelatihan dan memaksimalkan balai latihan kerja (BLK).
Kabupaten Bekasi berada ditengah kawasan industri, tentunya sangat miris, jumlah angkatan kerja ada sebanyak 1,8 juta, tapi pengangguran terbuka sebanyak 212 ribu orang. Kita tidak boleh memiliki rasa primordialisme dan membatasi pekerjaan bagi warga pendatang di Kabupaten Bekasi karena perusahaan berhak memilih karyawan sesuai kualifikasinya. Tetapi tingginya angka pengangguran di tengah kawasan industri tentu tak boleh disepelekan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Fraksi PKS dari Dapil II (Cikarang Barat-Cibitung), Rusdi Haryadi menyebut ada dua faktor yang mengakibatkan banyaknya penganguran yaitu struktural dan kultural. Pemerintah Kabupaten Bekasi memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang presentase kesempatan kerja bagi serapan tenaga lokal dan imigran.
"Pemda juga sudah memperkuatnya dengan Perbup Nomor 9 Tahun 2019. Tinggal bagaimana penegakan di lapangan harus berpihak kepada tenaga kerja lokal," paparnya.
Sedangkan untuk faktor kultural, Pemkab Bekasi harus meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif agar memiliki daya saing dengan pekerja dari luar daerah. Pasalnya, masih banyak dunia industri yang mempersepsikan tenaga lokal tidak memiliki skill dan tingkat etos kerja yang rendah.
"Makanya, kebijakan strategis kedepannya di antaranya mendorong Dinas Tenaga Kerja untuk membangun Balai Latihan Kerja (BLK), dan pelatihan-pelatihan lainnya untuk meningkatkan skill mereka," ungkapnya.
Menjelang lebaran, sekelumit persoalan di Kabupaten Bekasi itu tergiang di kepala, semoga pengangguran dan minimnya kesempatan warga lokal yang sudah menjadi permasalahan menahun bisa diselesaikan secepatnya oleh pemerintah daerah.
Selamat mudik dan berkumpul bersama keluarga di kampung halaman, Minal Aidin Wal Faidzin..
Referensi:
Reporter | : | Ardi Mahardika |
Sumber | : | Ardi Mahardika Noor |
- Kabupaten Bekasi Tentukan Pemimpinnya Sendiri, Sejarah Baru dan Terulangnya Pilkada 2012
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
- Pembantaian di Sigi Poso Sulteng, Ini Hipotesanya
0 Comments